Rasa bahagia menghinggapi kami
Atas kelahiranmu yang dinanti
Serangkaian agenda kita gulirkan
Untuk bekalmu dimasa depan
Duhai anak ku cinta
Diri mu yang ku sayang
Begitu nyata dimata
Sungguh indah ku kenang
Tunggu Abi Ummi di Syurga
Kita kan kumpul bersama
Abadi untuk selamanya
Membangun keluarga bahagia
Senua di sini sayang kamu nak.....
Namun Allah lebih sayang nak.....
Kami di sini sudah ikhlas nak.....
Namun kami selalu merindukan mu nak.....
Tak akan pernah melupakan mu nak.....
Teruntuk Ananda tersayang
Yang selalu di hati
Nan cantik seperti bidadari
Almh. Hafshah Faiha Afifah
Pilihan yang sulit adalah ketika berada di persimpangan namun tidak mengetahui kemana arah tujuan
Senin, 28 Maret 2016
Waktu dalam kehidupan seorang Muslim
Detik-detik
berubah perlahan menjadi menit, bergeser perlahan menjadi jam dan berlalulah
hari demi hari. Tidak seorangpun dapat menahan pergantian bulan bahkan tahun.
Allah SWT telah mengingatkan kepada kita;
Hidup adalah ibadah, setiap detik kita adalah untuk ibadah, untuk mencapai ridha Allah SWT. Apa yang kita perbuat dengan diniatkan karena Allah SWT, maka perbuatan kita itu sudah dinilai ibadah. Contoh, waktu kita jalan dan menjumpai duri di jalan, kalau kita singkirkan duri itu dengan mencari ridha Allah SWT, maka sudah bernilai ibadah.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat–menasehati supaya
menetapi kesabaran." (Al-Isra’ : 1-3)
Tidak
sedikit orang hidup di dunia ini dalam kerugian karena menyia-nyiakan waktu
sebagai mencapai peluang dalam mencapai kebahagiaan, keselamatan dan
kesejahteraan bagi dirinya dalam kehidupan bersama orang lain. Mereka lupa
bahwa keberhasilan di dunia adalah ujian Allah SWT, keberhasilan itu sifatnya
tidak abadi. Karena mereka lupa akan hal itu, maka mereka berlomba-lomba untuk
mencapainya dengan jalan yang tidak diridhoi Allah SWT.
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah
cobaan (bagimu): dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (At-Taghaabun :
15)
Sedangkan
Allah SWT telah menegaskan dalam firmannya:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah kepadaku." (Adz-Dzariyat : 56)
Hidup adalah ibadah, setiap detik kita adalah untuk ibadah, untuk mencapai ridha Allah SWT. Apa yang kita perbuat dengan diniatkan karena Allah SWT, maka perbuatan kita itu sudah dinilai ibadah. Contoh, waktu kita jalan dan menjumpai duri di jalan, kalau kita singkirkan duri itu dengan mencari ridha Allah SWT, maka sudah bernilai ibadah.
Dari
uraian di atas berarti orang akan merugi kalau waktu yang disediakan Allah SWT
tidak digunakan sebagaimana mestinya sesuai yang diperintahkan Allah karena
waktu tidak akan pernah berulang. Banyak orang terkejut karena menyadari
usianya sudah tidak muda lagi. Mereka melihat teman-temannya yang semula
bersama-sama sekolah di SMP atau SMA ternyata telah berhasil karena dapat
memanfaatkan waktu dengan baik. Timbullah penyesalan yang selalu datang
terlambat, mengapa waktu yang telah disediakan Allah selama ini tidak
dipergunakan semaksimal mungkin untuk bekerja keras dan beramal / ibadah. Akan
tetapi lebih buruk lagi jika orang yang sudah penuh penyesalan tadi tidak
segera memperbaiki diri, malah karena sudah merasa terlanjur sehingga waktu
yang tersisa justru semakin disia-siakan.
Dari
segi memanfaatkan waktu dan didasarkan pada kondisi seseorang itulah, dari
riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah bersabda:
"Pergunakanlah lima perkara sebelum lima perkara :
hidup sebelum matimu, kesehatanmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum
kesibukanmu, umur mudamu sebelum tuamu dan kekayaanmu sebelum
kemiskinanmu." (HR. Al Baihaqi).
Usia
bagi kita adalah suatu kenikmatan dan nanti akan diminta pertanggungjawabannya
dihadapan Allah SWT pada hari Yaumuddin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
hadits Rasulullah SAW: Tidak bergeser telapak kaki seorang manusia pada hari
kiamat nanti, sehingga ditanya (diminta pertanggungjawaban) dari empat masalah
nikmat; dari perihal umurnya, untuk apa dihabiskannya, dari hal ilmunya, untuk
apa diamalkannya, dari hal kekayaannya, dari mana mengusahakannya kepada apa
digunakannya, dan dari hal kekuatan fisiknya untuk apa digunakannya.
Kehidupan
selalu mendatangkan pilihan begitupun cara memanfaatkan waktu yang Allah SWT
berikan. namun sebelum menentukan untuk apa digunakan pahamilah, pahamilah dan
pahamilah. Wallahu'alam
“Wahai Diri Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang, Kau Tetap Akan Mati Walau di Atas Ranjang “
Waktu
itu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah,
menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan bersembunyi-sembunyi
dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari duabelas orang
utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum
Anshar.(penolong Rasul). Mereka sedang dibai'at Rasul (diambil Janji sumpah
setia) yang terkenal pula dengan nama Bai'ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama).
Merekalah pembawa dan penyi'ar IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai'at
merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang
pada gilirannya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah yaitu
Islam. Maka salah seorang dari utusan yang dibai'at Nabi itu, adalah Abdullah
bin Rawahah.
Dan
sewaktu pada tahun berikutnya, Rasulullah saw. membai'at. lagi tujuhpuluh tiga
orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu
Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang dibai'at itu.
Kemudian
sesudah Rasullullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana,
maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya
dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada
mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdullah bin Ubay (pemimpin golongan
munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja
sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan
Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada. Berkat
kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik
Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagallah usahanya, dan maksud-maksud
jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.
Ibnu
Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka degan
kepandaian tulisi baca. Ia juga seorang penyair
yang lancar, untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan
kuat dan indah didengar.
Semenjak
ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk
mengabdi bagi kejayaan Islam. Dan Rasullullah menyukai dan
menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat
syair.
Pada
suatu hari, beliau duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah
bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: "Apa yang anda lakukan jika
anda hendak mengucapkan syair?"
Jawab
Abdullah: "Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan". Lalu teruslah
ia mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara
bebas:
"Wahai
putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh
manusia.dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri.
Dan
sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat
yang berbeda dengan pandangan hidup mereka.
Seandainya
anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah
mereka henhak menjawab atau membela
Karena
itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda,bawa
Sebagaimana
Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".
Mendengar
itu Rasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: "Dan
engkau pun akan diteguhkan Allah".
Dan
sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah
berada di muka beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
"Oh
Tuhan, kalauIah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah kami akan mendapat
petunjuk, tidak akan bersedeqah dan Shalat!
Maka
mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh
datang menghadang.Sesungguhnya
Qrang-orang yang telah aniaya terhadap kami, biIa mereka membuat fitnah akan
kami tolak dan kami tentang".
Orang-orang
Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah.
Penyair Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim yang artinya :
"Dan
para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat". (Q.S.
Asy-syu'ara: 224)
Tetapi kedukaan hatinya jadi terlipur waktu turun pula ayat lainnya : Artinya :
"Kecuali
orang-orang (penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada
Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya". (Q.S. Asy-syu'ara :
227)
Dan
sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah
Abdullah ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak,
Hudaibiah dan Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan
qashidahnya menjadi slogan perjuangan:
"Wahai
diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati
juga!"
Ia
juga menyorakkan teriakan perang:
"Menyingkir
kamu, hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan
ditemui pada Rasulnya".
Dan
datanglah waktunya perang Muktah. Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang
ketiga dalam pasukan Islam.
Ibnu
Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat
meninggalkan kota Madinah, ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya;
"Yang
kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman Keampunan dan kemenangan di medan perang Dan
setiap ayunan pedangku memberi ketentuan Bertekuk lututnya angkatan perang
syetan Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan ….. Mati syahid di medan
perang…!!"
Benar,
itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang …., pukulan pedang atau
tusukan tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia…!!
Balatentara
Islam maju bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari
kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya
balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang, karena menurut kenyataan
barisan tentara mereka seakan tak ada ujung akhir dan seolah-olah tidak
terbilang banyaknya ….!
Orang-orang
Islam melihat jumlahmereka yang sedikit, lalu terdiam
…dan sebagian ada yang menyeletuk berkata:
"Baiknya
kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan
jurnlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat
bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan
tetap maju maka kita patuhi".
Tetapi.Ibnu
Rawahah,.bagaikan datangnya siang bangun berdiri
di antara barisan pasukan-pasukannya lalu
berucap:
"Kawan-kawan
sekalian! Demi Ailah, sesungguhnya kita berperang
melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan,
kekuatan atau banyaknya jumlah Kita tidak memerangi
memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan Agama
kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan
Allah ... !”
Ayohlah
kita maju ….! Salah satu dari dua kebaikan pasti
kita capai, kemenagan atau syahid di jalan
Allah ... !"
Dengan
bersorak-sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya
tetapi besar imannya itu menyatakan setuju.
Mereka berteriak: "Sungguh, demi Allah,
benar yang dibilang Ibnu Rawahah.. !"
Demikianlah,
pasukan terus ke tujuannya, dengan
bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah
200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk
menghadapi suatu peperangan dahsyat
yang belum ada taranya.
Kedua
pasukan, balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah
pertempuran di antara keduanya.
Pemimpin
yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai
syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib,
hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusl pula
sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah. Dikala itu ia
memungut panji perang dari tangan kananya Ja'far, sementara peperangan sudah
mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu
musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang membajir laksana air bah, yang
berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini.
Ketika
ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan
ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah
menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas
hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah
terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap,
kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua
kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
"Aku
telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga Tapi kenapa kulihat engkau
menolak syurga ….. Wahai diri, bila kau
tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati.
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti ……. Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini. Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!"
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika
kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!" Ia pun maju
menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya …… Kalau tidaklah taqdir Allah yang
menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan
terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar
dari mereka …. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal
perjalananya pulang ke hadirat Allah, maka naiklah ia sebagai syahid…..
Jasadnya
jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha
Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya:
"Hingga
dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang
dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!"
"Benar
engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin
oleh Allah…..!"
Selagi
pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang duduk beserta para shahabat di
Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan
tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau
mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata
yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan ... ! Seraya memandang berkeliling
ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata:
"Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya
hingga ia gugur sebagai syahid ..... Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia
bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ....". Be!iau berdiam
sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh
Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya
ia·pun syahid pula".
Kemudian
Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan
kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula: "Mereka bertiga
diangkatkan ke tempatku ke syurga …"
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….
Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….
Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….
Dan
penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi,
ialah ucapan Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi :
"Mereka
telah diangkatkan ke tempatku ke syurga……
Langganan:
Postingan (Atom)